Senin, 12 November 2012

Yang Tak Bisa Ku Lihat


Hujan begitu deras, air menetes dari langit dan mengalir ke jalanan ,ke sungai-sungai serta genting-genting. Hujan itu mungkin tak ada artinya bagi Rizal, ia ingin menembus hujan itu tanpa henti dan berteduh di tengah perjalanannya  pulang dari super market membeli pakaian,buku-buku novel, dan semua peralatan yang ia butuhkan selama di Bandung nanti. Hatinya sungguh bahagia ketika telah mendapat izin dari ayah dan ibunya untuk bisa menemui sahabat jauhnya di Bandung, sahabat yang ia kenal melalui facebook enambulan yang lalu, sahabat yang membuatnya kembali hidup dan bangkit dari keterpurukan dan keputus asaan.
Rizal mengidap penyakit kanker otak selama hampir satutahun setengah lamanya, ia tak lagi memiliki semangat untuk menjalani hidupnya, semenjak difonis menderita kanker otak ia menjauh dari kehidupannya, ia patah semangat, dan tak mau menjalankan pengobatan meskipun dokter menganjurkannya tapi ia sudah terlampau patah arang dan tak ingin membuang-buang waktu untuk melakukan pengobatan, toh nantinya ia juga akan mati secara perlahan di gerogoti kanker itu. Tak ada seorangpun yang mampu membujuknya untuk mau melakukan pengobatan yang di sarankan dokter, yang ada di pikirannya hanya kematian yang akan datang perlahan melalui kanker itu.
Dalam kesepian ia ingin mencari sesuatu hal yang mungkin bisa membuatnya lupa dengan bayang-bayang kematian yang selalu menghantuinya, ia mulai berselancar di dunia maya melalui akun facebook, dua minggu ia bermain-main di facebook tapi belum ada yang bisa menjadi teman ngobrolnya, semua yang datang hanya selintas lalu pergi tanpa cerita. Hari itu mentari mulai berwarna kuning keemasan, menyepuh alam mengibarkan panji kegelapan malam, ketika ia ingin logout dari akun facebooknya tiba-tiba ia melihat seseorang yang entah mengapa membuatnya penasaran dan membuatnya ingin lebih mengetahui orang itu, orang yang ia lihat di status salahsatu teman facebooknya, dan tanpa pikir panjang Rizal mulai menambahkan orang itu sebagai temannya, kemudian ia melihat info yang tertera pada akun orang itu, ya namanya Herlambang, remaja berumur sekitar delapan belas tahun yang berasal dari kota kembang Bandung.
Dua hari kemudian Herlambang mengkonfirmasi permintaan pertemanan dari Rizal, Herlambang melihat informasi yang ada pada akun facebook Rizal sebelum ia mengkonfirmasinya, cukup jauh memang dari kota Bandung, Rizal berasal dari Bali, dan usia mereka mereka nampaknya tidak jauh berbeda, siapa tahu Rizal bisa menjadi sahabatnya, dan mungkin bisa diajak berbagi cerita. Minggu berganti minggu dan persahabatan itu terjalin sudah hampir dua bulan, Rizal dan Herlambang seperti dua sahabat yang tak terhalang jarak, mereka setiap hari menghabisakn waktu senggang dengan bercerita, dan bercanda melalui akun facebook, telpon, dan juga SMS. Mereka sudah saling mengenal satu sama lain, namun ketika persahabatan mereka hamper menginjak waktu dua bulan tiba-tiba ada kejujuran yang begitu mengejutkan dari mulut mereka masing-masing.
Rizal akhirnya jujur pada Herlambang bahwa dirinya tengah mengidap penyakit kanker otak, Herlambang begitu sedih mendengar berita itu, ia seolah di sambar petir di siang bolong, namun ia mampu berpikir bijak dan mencoba member motifasi kepada Rizal sahabatnya itu untuk mau mengikuti saran dokter untuk melakukan terapi dan pengobatan, bukan hal yang mudah memang membujuk Rizal untuk mau melakukan pengobatan itu, namun berkat kegigihan dan semangat yang di berikan Herlambang, akhirnya Rizal mau melakukan pengobatan itu demi sahabatnya supaya mereka bisa bertemu suatu hari nanti.
Tak kalah kaget, Rizal merasa jantungnya telah lepas dari tubuhnya, ia menangis mendengar derita Herlambang yang memiliki kelainan, Herlambang adalah seorang lelaki yang tidak tertarik pada lawan jenis, atau bisa di katakana jika Herlambang adalah lelaki Gay, atau homoseksual. Sejak SMP Herlambang menderita kelainan itu karena perlakuan seorang kakak kelasnya yang melakukan perbuatan laknat kepada Herlambang hingga akhirnya Herlambang tak bisa lari dari perasaan tertarik pada sesama jenis, namun bukan tak ada usaha, Herlambang berjuang mati-matian membunuh kelainan itu dengan banyak mencari informasi dari teman-teman facebook yang sama deritanya, dan mencoba membuka hati untuk cinta seorang gadis, namun tetap tak bisa serta-merta hilang, hingga akhirnya Herlambang dan Rizal berjanji untuk sama-sama sembuh dari penderitaan mereka masing-masing.
Lima bulan telah berlalu dari sejak perkenalan mereka di dunia facebook, penyakit kanker yang di derita Rizal berangsur membaik, namun untuk membuatnya benar-benar sembuh, dokter menganjurkan Rizal untuk operasi pengangkatan kanker di otak Rizal supaya tidak menjalar kembali setelah pengobatan selama ini, dan berkat semangat serta dukungan yang di berikan Herlambang, akhirnya Rizal mau menjalankan operasi dengan memberikan syarat kepada kedua orangtuanya jika ia berhasil sembuh ia ingin menemui sahabatnya yang di Bandung, yaitu Herlambang sahabat yang tak pernah ia lihat oleh kedua mata kepalanya, hanya dalam foto facebook mereka saling mengenal.
Kelainan yang di derita Herlambang sedikit berkurang dengan adanya Rizal yang mengalihkan pikirannya mengenai kelainannya itu, meski sudah berusaha sekuat tenaga, namun Herlambang belum merasakan perubahan yang berarti dalam hidupnya. Meski begitu ia sangat bahagia sahabat jauhnya itu sebentar lagi akan merasakan hidup sehat sepenuhnya, ia tak tahu jika Rizal sembuh Rizal akan menemuinya ke Bandung, yang ia tahu hanya Rizal mau menjalankan operasi.
Pagi buta Herlambang terbangun dari tidurnya, ia melihat layar handphonenya, dan ia lihat ada beberapa SMS yang di kirim teman-temannya, serta ada satu SMS dari Rizal yang memberitahukan jika operasi yang di jalankannya tadi malam berjalan lancar dan dua hari kemudian hasil operasinya bisa di ketahui berhasil atau tidak. Alangkah senangnya hati Herlambang mendengar kabar bahagia itu, meskipun ia harus menunggu dua hari lagi untuk mengetahui hasil oprasinya, tapi ia yakin jika oprasinya berhasil, dan Rizal sembuh seutuhnya.
Setelah solat subuh Herlambang keluar dari kamar kostnya untuk pergi kewarung yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat kostnya, ia membeli peralatan mandi dan membeli mie instant untuk sarapan hari ini. “innalillahi” itulah kata yang terucap sebagai ungkapan rasa kesal dan marahnya terhadap apa yang baru saja ia alami, kamar kost Herlambang di bobol maling kelas teri akibat kebiasaannya yang selalu lupa mengunci pintu jika pergi ke warung atau ke tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kostnya, dan  handphonenya musnah di bawa maling itu bersama beberapa puluh ribu uangnya yang ia letakan di atas lemari. Belum sempat ia membalas SMS dari Rizal, bahkan ia juga tidak pernah menghapal nomor handphone Rizal sehingga ia tak bisa menghubungi Rizal meskipun ia meminjam handphone teman kostnya. Dengan terpaksa akhirnya Herlambang pergi ke WARNET untuk membuka akun  facebooknya dan mengirimi pesan kepada Rizal sebagai pemberitahuan bahwa handphonenya hilang, dan untuk waktu yang tak dapat di ketahui sampai kapan, Herlambang tidak bisa menghubungi Rizal.
Rizal telah di nyatakan sembuh, dan dua hari yang akan datang ia akan pergi ke Bandung untuk menemui Herlambang sebagai hadiah dari kedua orangtuanya atas kesembuhannya. Betapa bahagia hati Rizal akan segera bertemu dengan sahabatnya yang selama ini hanya bisa ia lihat potonya dan hanya bisa ia dengar suaranya melalui handphone. Beberapa buku novel ia beli untuk ia hadiahkan kepada sahabatnya itu, beberapa baju juga ia berikan untuk Herlambang, dan untuk bekalnya selama ia berada di Bandung. Meskipun ia tak bisa menghubungi Herlambang untuk meminta alamat lengkapnya, tapi ia telah mengantongi alamat kostnya Herlambang dari Herlambang sendiri saat ia mau mengirim buku-buku novel dan buku-buku kuliah untuk Herlambang tiga bulan yang lalu, jadi kedatangannya ke Bandung akan menjadi kejutan yang tak pernah di sangka-sangka oleh Herlambang. Rizal membayangkan begitu indahnya pertemuan antara dirinya dengan Herlambang nanti di Bandung, ia akan memeluk sahabatnya itu dengan erat, ia ingin memandang sahabatnya itu dengan penuh rasa bahagia dan bangga, sungguh tak bisa ia bayangkan indahnya pertemuan nanti dengan Herlambang yang selama ini hanya bisa ia lihat melalui poto dan hanya bisa ia dengar suaranya melalui handphone.
Rizal telah sampai di kota sahabatnya sekitar pukul tujuh pagi. Seluruh tubuhnya bergetar hebat karena kini jaraknya dengan Herlambang sudah begitu dekat, tinggal satu jam lagi mungkin ia akan bertatap muka dan berpeluk erat dengan sahabatnya itu, betapa bahagianya hari ini untuk Rizal, dan mungkin begitu juga untuk Herlambang. Tak perlu waktu lama untuk menuju tempat kostnya Rizal yang terletak sekitar Sembilan kilometer dari terminal. Diantar oleh bis dan kemudian ojek Rizal telah sampai di depan pintu kamar kost Herlambang, tanpa sadar matanya telah mengalirkan bulir-bulir bening kebahagiaan, ia sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan Herlambang sahabatnya yang kini sudah begitu dekat rasanya.
Mengapa tangisan bahagia itu harus berubah duka yang tak pernah terbayangkan, duka yang menjadikan luka di hati Rizal, sungguh rasanya tak adil atas semua perjuangan yang ia lakukan selama ini, balasan yang ia dapatkan dari do’a-do’anya selama ini untuk bertemu Herlambang sahabatnya yang mampu menjadikannya hidup kembali, ternyata harus berakhir pahit, dan duka yang akan menyisakan sesal mendalam di hati Rizal. Bagai di timpa geledek bertubi-tubi, Rizal kaget bukan main ketika teman kost dan bapak kostnya Herlambang memberitahukan berita yang sebenarnya tak ingin ia dengar saat tubuhnya sampai di kota itu, berita atas kematian Herlambang karena kecelakaan empat hari yang lalu saat Herlambang pulang dari WARNET untuk memberi kabar atas musibah kemalingan yang menimpanya kepada Rizal. Kini usai sudah cerita dan cita-cita Rizal untuk bisa bertemu dengan Herlambang sahabatnya yang begitu banyak berjasa dalam kehidupannya, meski jasadnya telah meninggal, namun di hati Rizal , Herlambang akan tetap hidup sebagai sahabat terbaiknya selama hidupnya meskipun mereka tak pernah bertemu muka, dan hanya gundukan tanah yang masih merah dan Nisan bertuliskan nama Herlambang lah yang kini mampu Rizal temui sebagai pertanda tempat pembaringan terakhir sahabatnya itu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar