Senin, 31 Desember 2012

`*Silvia, Firza & Sidar*`


Mentari pagi ini sudah mulai menyapaku dengan hangatnya,ia tersenyum hangat menyambutku yang hari ini akan menjalani hari baru di sekolah yang baru. Sejak jam enam pagi aku sudah siap untuk sarapan dan segera berangkat ke sekolah baruku yang ku bayangkan akan lebih ramai daripada sekolah lamaku yang aku tinggalkan karena aku dan keluargaku pndah rumah ke kota kembang Bandung ini.
            Papaku sepertinya ingin membuat aku semakin penasaran dengan sekolahku yang baru, dia lama sekali aku tunggu-tunggu sejak tadi untuk mengantarku sekolah di sekolah yang baru. Pikiranku terus menerka-nerka dengan keadaan sekolahku yang akan sangat mengasyikan dan di huni oleh orang-orang yang karasep dan gareulis kalau bahasa Bandungnya yang berarti ganteng-ganteng dan cantik-cantik karena yang aku tahu katanya orang Bandung itu terkenal dengan keramahannya dan kerupawanannya.
Akhirnya berangkat juga aku sekolah, rumahku semakin menghilang dari kaca spion, jantungku dag dig dug tak karuan, aku begitu senang dengan kota ini dan semoga aku juga bisa senang dengan sekolah baruku nanti. Papa terus menyemangati aku, dia terus menceritakan keadaan kota ini dan sekolah baru yang sedang ku tuju ini. Ayah sedikit ngebut karena tak ingin aku datang terlambat di hari pertamaku.
Akhirnya aku sampai di sekolah baruku yaitu SMA Nusa Bhakti dengan tepat waktu, dan bahkan aku masih punya sepuluh menit untuk bisa bernafas lega terlebih dahulu sebelum memasuki kelas baruku sementara papaku ngobrol dengan pihak kepala sekolah. Sembilan menit kemudian pak kepala sekolah keluar dari ruangannya dan mengajak aku yang sejak tadi duduk di depan ruang kepala sekolah menunggu ayahku bicara dengan beliau untuk mengikutinya menuju kelas baruku di SMA Nusa Bakhti ini. Setelah papaku berpamitan untuk segera ke kantornya, aku segera mengikuti langkah kaki tegas bapak kepala sekolah yang gagah di depanku ini, aku tertunduk mengikuti beliau karena tatapan anak-anak yang ada di sekolahku yang baru ini membuat aku merasa sedikit aneh, mungkin karena aku murid baru yang asing dengan mereka.
Langkah kakiku akhirnya sampai juga di dalam kelas yang kata pak kepala sekolah ini adalah kelas baruku, belum ada guru yang masuk kelas ini, hanya ada para siswa/i yang masih asyik ngobrol dan bercanda semaunya namun semua terdiam sesaat ketika aku masuk kelas ini, lebih tepatnya karena bersamaku ada pak kepala sekolah. “Assalamu’alaikum... anak-anak hari ini kalian mendapatkan teman baru di kelas ini, silahkan perkenalkan nama dan asalmu!” pak kepala sekolah menyapa mereka dan mempersilahkan aku untuk segera memperkenalkan diri dan asalku.
“Teman-teman, namaku Silvia Ridha Adiguntara, aku pindahan dari Banjarmasin karena ayahku di pindah tugaskan ke kota ini. Kalian boleh memanggilku Silvi, terimakasih!” itulah perkenalan siangkatku.
setelah aku memperkenalkan diriku, pak kepala sekolah sedikit memberikan penjelasan kepada mereka tentang kepindahanku ke sekolah ini, dan selama beliau bicara aku melayangkan pandanganku ke sekeliling kelas ini, dan ternyata yang aku perkirakan benar adanya bahwa taman-teman baruku di sini memang keren-keren duh aku pasti betah deh ada di sekolah ini, dan pastinya aku juga tidak akan kalah keren dengan mereka. Pak kepala sekolah mempersilahkan aku duduk, karena ibu guru yang akan mengajar pertama di kelas ini sudah datang dan pak kepala sekolah menutup pembicaraannya dengan salam dan senyum ramah yang menguatkan kepribadiannya yang penuh karisma ketegasan.
ada satu objek pandangan yang mencuri perhatianku, tepat di barisan tempat dudukku selang dua orang saja ada seorang yang membuat jantungku seperti genderang perang berdetak tak menentu. Beberapa saat pandanganku terpaku padanya, dan sekilas ku palingkan wajahku saat tak sengaja dia menoleh ke arahku yang sejak tadi memperhatikannya, namun sekilas mata kami bertemu pandang dan dia segera berpaling dengan wajah yang tak ramah. Aku semakin penasaran dengan si tampan penuh pesona itu, siapa ya namanya.
Seminggu telah ku lalui dengan sangat menyenangkan di sekolah ini, aku kini sudah memiliki seorang teman akarab bernama Herawati Anggraeni dan aku juga sudah tau nama laki-laki yang sejak beberapa waktu lalu mencuri perhatian dan konsentrasiku, ya Firza Rahadinanta, itulah nama lelaki yang ku kagumi dan mencuri perhatianku sejak aku masuk kelas ini, namun sikap pendiamnya membuat aku kesulitan untuk bisa kenal bahkan untuk akrab dengannya, tapi aku yakin pesona kecantikanku suatu saat akan membuatnya sadar bahwa aku tak pantas di sia-siakan seperti ini.
Waktu yang paling membosankan adalah waktu setelah pulang dari sekolah dan hanya terdiam sendiri di rumah tanpa ada teman untuk sekedar ngobrol. Mamah dan papa sama-sama kerja sehingga aku hanya di rumah saja dengan bibi yang bekerja dan tak bisa aku ajak ngobrol. Sepanjang jalan aku terdiam di dalam angkot dengan panasnya udara hari ini membuatku tak bersemangat pulang ke rumah dan berdiam diri, namun hanya itu yang bisa ku lakukan karena aku belim memiliki banyak teman untuk ku ajak bermain dan jalan-jalan, Hera tak mau akau ajak ke rumah karena dia ada acara keluarga. Setibanya di rumah ada hal yang tak biasa,ada suara musik dari kamar di sebelah kamarku yang mamah persiapkan untuk kamar bang Sidar. Asyik berarti Bang Sidar sudah ada di rumah ini dan aku yakin aku tak akan pernah kesepian lagi.
Akhirnya bang Sidar mau juga ikut pindah ke kota Bandung ini, dan ia juga akan segera mengurus administrasi di kampus barunya nanti di Bandung, dan ternyata hanya aku yang tak tahu kalau bang Sidar ikut pindah ke sini, mamah dan papa sudah tau sejak awal kalau memang bang Sidar mau ikut pindah, dan mulai besok aku tak akan pergi ke sekolah dan pulang dari sekolah dengan angkot lagi karena setidaknya sebelum bang Sidar melanjutkan kuliahnya aku akan diantar jemput asyik!.
Ada hal yang sungguh ajaib hari ini, ini adalah pertama kalinya Firza menyapaku dan berbicara padaku setelah seminggu lebih aku berada di sekolah ini. Ternyata Tuhan mendengar do’aku dan benar perkiraanku kalau suatu saat Firza akan mendekat juga padaku, walaupun ini belum apa-apanya sih, tapi setidaknya Firza mau menyapaku saja aku sudah bahagia. Firza menyapaku dan bicara padaku hanya untuk menanyakan siapa yang mengantarku tadi pagi dan apa hubunganku dengan si tampan yang mengantarku tadi pagi ke sekolah. Ku rasa Firza cemburu dengan Bang Sidar yang terlihat mesra dan akrab denganku tadi pagi sebelum aku masuk gerbang sekolah. Asyikkkk sebentar lagi aku akan menaklukan Firza, dan bang Sidar akan ku jadikan senjata ampuh sebelum aku katakan yang sesungguhnya kepada Firza bahwa bang Sidar itu adalah kakak kandungku yang paling tampan dan baik hati.
Kaget bukan main ketika ku masuki rumahku hari ini, ini adalah minggu ketiga aku sekolah di sekolah paforit itu, dan ini hal yang sangat ajaib aku bisa melihat Firza sedang duduk manis di sofa tamu di ruang tamu rumahku. Masih tak bisa ku percaya Firza ada di hadapanku saat ini, aku mengucek-ngucek mataku dan mencubit tanganku sendiri untuk memastikan jika aku tidak sedang bermimpi atau berhayal. “Eh Firza sudah datang, silahkan di minum jusnya!” suara bang Sidar yang baru saja masuk rumah mempersilahkan Firza untuk meminum jus alpukat yang sudah di suguhkan Bi Milah. Aku semakin heran dan semakin tak percaya dengan apa yang aku alami saat ini bahwa Firza sedang berada di dalam rumahku sendiri, dan hal yang semakin membuatku heran bang Sidar sudah mengenal Firza, dan ini berarti Firza tahu kalau aku adalah adiknya bang Sidar bukan pacarnya bang Sidar.
Malu setengah mati, namun ini adalah hasil dari kebodohan dan kecerobohanku sendiri, seharusnya aku bekerja sama dengan bang Sidar dan kompromi bahwa kita sepakat pura-pura pacaran jika ada teman yang mempertanyakan hubungan kami. Namun nasi sudah menjadi basi dan kini mau tidak mau aku harus mengakui kebohonganku kepada Firza bahwa aku adalah adik kandungnya bang Sidar. Tapi aku masih belum mengerti bagaimana bisa bang Sidar kenal dengan Firza, setahuku setelah memastikan aku masuk gerbang sekolah dan setelah aku sms bahwa aku sudah menunggu untuk di jemput, bang Sidar tidak pernah sampai menungguku lama di sekolah, jadi agak mengherankan juga mereka berdua bisa kenal, tapi sudahlah semua itu tidak penting, aku yakin Firza mampu berbuat seperti ini hanyaingin tahu kebenaran tentang hubunganku dengan bang Sidar yang ternyata adalah kakak kandungku satu-satunya.
Sejak saat pertemuanku dengan Firza di rumahku sendiri dan obrolan kami bertiga tentang kebohonganku waktu itu, aku dan Firza semakin dekat bahkan tak jarang Firza mengantarku pulang dan main di rumahku dengan bang Sidar sampai sering menginap juga karena memang orangtuanya Firza sama sibuknya dengan orangtuaku bahkan lebih sibuk lagi sampai-sampai Firza sering di tinggal sendiri keluar kota untuk urusan pekerjaan sejak kecil.
Aku merasa begitu bahagia akhir-akhir ini, setahun sudah aku hidup di kota Kembang ini dengan sangat menyenangkan dan semakin akrab dengan teman-teman sekelas, seorganisasi dan ekskul, dan yang lebih membuatku bahagia adalah aku bisa begitu sangat akrab dengan Firza yang aku sukai sejak awal aku masuk sekolah di Bandung ini. Dan bukan hanya denganku Firza juga sangat akrab dengan bang Sidar dan kedua orangtuaku sehingga ia sudah dianggap sebagai anak sendiri oleh kedua orangtuaku. Ini membuatku semakin yakin kalau aku bisa menjadi pacarnya Firza maka seluruh anggota keluargaku pasti akan setuju-setuju saja karena mereka sudah sangat mengenal Firza dengan baik. Namun aku bingung dengan sikap Firza yang begitu perhatian denganku dan keluargaku, hingga detik ini ia tak pernah mengatakan apa-apa tentang perasaannya kepadaku seperti yang aku rasakan kepadanya dan aku harapkan darinya kepadaku.
Hera sepertinya hafal betul dengan kebiasaanku yang selalu menceritakan apa yang terjadi, dan apa yang aku dan bang Sidar obrolkan dengan Firza saat kami berada di rumahku. Sehingga ia sering sekali memberikanku dorongan agar aku saja yang terlebih dahulu mengungkapkan perasaan cintaku kepada Firza sebelum Firza benar-benar memilih yang lain dan aku hanya bisa menangis karena tak pernah memanfaatkan kesempatan untuk jujur tentang perasaan cinta yang aku pendam setahun lamanya.
Hari ini aku akan mengajak Firza untuk pulang bersamaku kerumahku, dan di jalan akan aku ungkapkan apa yang mengganjal dalam hatiku selama ini tentang perasaan kagum yang berubah menjadi sayang dan perasaan sayang yang berubah menjadi cinta dalam hatiku ini. “boleh, kebetulan aku juga ingin mengembalikan buku abangmu yang aku pinjam, tapi kamu kabarin dulu bang Sidar supaya dia tidak menjemputmu hari ini”, ungkap Firza menanggapi ajakanku hari ini. Aku senang mendengarnya, dan aku harus yakin kalau rencanaku hari ini akan berhasil. Di tengah perjalanan aku minta berhenti dulu untuk mampir di cafe yang kami lewati untuk makan siang bersama dan disinilah aku akan menjalankan misiku.
Firza makan dengan lahap tanpa memperdulikanku, dia menikmati hidangan demi hidangan yang ada di meja dan sesekali meminum jus alpukat kesukaannya. Meskipun demikian Firza tetap kelihatan tampan dan sangat mempesona, dengan cara makannya yang seperti itu membuatku tersenyum sendirian karena dia terlihat begitu lucu. Aku tidak begitu banyak menyantap makanan karena kondisi perasaanku yang begitu tegang saat ini, aku lebih banyak menarik nafas untuk bersiap membuka percakapan dengannya yang ada di hadapanku, aku ingin dia tahu sesungguhnya perasaanku kepadanya, ya Tuhan bantulah aku!. Duh keringat dingin semakin desar mengucur dari dahiku, aku seperti sedang berada diantara harimau buas yang siap untuk menerkamku.
“Fif...Fi...Firza, aku mau kamu tahu tentang apa yang aku rasakan selama ini kepadamu bahw...” tergagap aku memulai pembicaraan ini setelah melihat Firza menyelesaikan makanannya.
“Silvia... ada apa denganmu, wajahmu pucat sekali?” segera Firza memotong pembicaraanku setelah ia tersadar wajahku pucat pasi seperti kehabisan darah.
“tit..tidak apa-apa, jangan dihiraukan, aku hanya ingin kamu tahu bahwa aku mencintaimu...!!!” dengan setengah mati aku mengungkapkan perasaanku, dan di kalimat terakhir aku setengah membentak mengeluarkan kata yang selama ini sulit untuk ku ungkapkan kepada pemuda tampan yang ada di hadapanku ini. Aku tak perduli apa yang sedang dia pikirkan saat ini tentang aku, yang penting aku sudah berusaha sejujur-jujurnya tentang perasaanku dan ini membuatku sedikit lebih tenang, dan rasanya aku sudah mengeluarkan biji kedondong dari tenggorokanku yang sekian lama menyiksaku.
Dengan sedikit kecewa aku pulang, punggung yang ada di hadapanku saat ini begitu hangat, dia yang selama ini membuatku begitu merindu, hari ini dengan sekuat-kuatnya harus menerima keputusannya bahwa dia tak bisa menjawab saat ini apa yang aku rasakan kepadanya, namun dia berjanji akan memberikan jawabannya kepadaku secepatnya. Setidaknya aku masih punya harapan dan aku akan berdoa kepada Tuhan semoga jawabannya tidak akan membuatku kecewa. Setibanya di rumah aku segera masuk kamar dan membiarkan Firza ditemani bang Sidar saja karena aku begitu merasa syok dengan apa yang baru saja aku alami.
Malam ini begitu kelabu bagiku, dalam penantianku atas jawabannya aku lebih banyak mengurung diri di kamar sejak tadi siang pulang sekolah, dan hujan di luar seolah mengerti dengan perasaanku yang gundah. Angin malam ini lebih kencang dari biasanya sehingga aku harus menutup rapat jendela kamarku yang biasanya aku buka lebar-lebar sampai tiba saatnya aku tidur. “Silvi, ayo makan dulu sini papa menunggu!”, suara mamah dari depan pintu kamarku membuat aku segera tersadar dari lamunan kosongku. Dan aku segera merapat ke meja makan karena perutku juga sudah begitu lapar. Namun aku tak melihat bang Sidar di meja makan, mamah segera menyuruhku kembali keatas untuk mengajak bang Sidar makan, dan dengan langkah yang berat dan terpaksa aku kembali keatas dan segera masuk ke kamarnya bang Sidar yang sedikit terbuka. Aku melihat dua sosok tampan dalam kamar itu sedang sama-sama terbaring di kasur dengan posisi tangan mereka masing-masing memegang kepala seperti sedang asyik curhat, aku kira Firza sudah pulang, ternyata sejak tadi siang dia belum pulang dan bermain di kamar bang Sidar. Aku merasa iri dengan keakraban yang terjadi antara bang Sidar dengan Firza. Padahal di sekolah Firza sangat pendiam tapi dengan bang Sidar ia bisa seakrab itu, bahkan tidak merasa canggung bermain di kamar bang Sidar dan tidur bersama kalau sedang menginap.
Pagi ini hanya aku dan bang Sidar yang duduk sarapan di meja makan, karena Firza sudah pulang dari sejak subuh untuk ganti baju. Pagi ini aku malas datang ke sekolah karena aku merasa malu dengan Firza, inginnya aku di rumah saja sampai Firza benar-benar mau menjawab perasaanku dan memastkan hubungan kami. “Via tunggu dulu ya, abang ngambil jaket dulu di kamar”, aku hanya mengangguk menanggapi permintaan bang Sidar untuk menunggunya mengambil jaketnya di kamar. Namun tak lama kemudian setelah bang Sidar berlalu ke kamarnya, handphonenya bang Sidar yang di tinggal di meja makan berbunyi sepertinya ada sms masuk dan aku iseng membukanya dengan sedikit penasaran sms dari siapa yang masuk ke handphone bang Sidar.
“Yank, tolong kalau kamu nganter silvi ke sekolah bawain buku Kimia aku yang ketinggalan di kamar kamu ya,hari ini mau dipake. Makasih Yank ‘I LOVE YOU’”.
Bagai di sambar petir di siang bolong dan di dera hujan aku kaget bukang kepalang dengan pesan singkat yang baru saja aku baca di handphonenya bang Sidar. Airmataku seketika meleleh membasahi pipiku dan mulutku berteriak “Tidak!!!” tanda kekecewaanku dengan kenyataan yang baru saja menimpaku begitu dahsyat. Dua lelaki yang begitu aku kagumi dan aku cintai ternyata mereka sama-sama saling mencintai tanpa perduli jenis mereka yang sama sebagai laki-laki.
“Aku dimana ini?” ketika membuka mata aku kaget karena aku kini berada di ruangan yang seperti desain rumah sakit, dan ternyata benar ini adalah rumahsakit. “sedang apa aku disini, kenapa aku disini?” gumamku dalam pikir.
“jangan banyak pikiran, beristirahatlah sebentar lagi orangtuamu kesini!, tadi kamu diantar abangmu kesini karena pingsan.” jelas seorang dokter yang sepertinya mengerti kebingunganku.
“lalau sekarang dimana bang Sidar?”
“dia ada diluar, mau aku panggilkan? Tanya dokter itu sambil memeriksa keadaanku.
Sejurus setelah doketr yang memeriksaku keluar bang Sidar di ikuti Firza masuk kedalam kamar tempatku berbaring sekarang ini dengan selang infus di tanganku. Mereka seperti tidak punya salah kepadaku, “apa mereka tidak sadar aku begini karen kelakuan bejat mereka, cintaku terbalas luka yang begitu dalam hingga aku tak sanggup mengerti arti cinta, apakah itu semua benar-benar karena cinta”, pikirku kesal dengan sikap mereka yang tampak santai tak berdosa.
“bagaimana sekarang keadaanmu Sil?” tanya Firza dengan senyum manisnya yang kini membuatku benci kepadanya.
“kamu sepertinya kecapean Vi...” sambung bang Sidar menanggapi Firza yang pertanyaannya tidak ku jawab.
“bukan kecapean, aku seperti ini karena kelakuan bejat kalian berdua yang tega mengkhianati aku. Kalian harusnya tahu selama ini aku memendam perasaan kepada kamu Firza, tapi seperti tidak mau tahu kalian acuhkan apa yang sudah aku perbuat sebagai tanda-tanda bahwa aku mencintai Firza. Aku sakit seperti ini setelah melihat sms mesra kalian tadi pagi, pantas saja selama ini kalian begitu akrab di luar kebiasaan kalian masing-masing yang ku kenal sulit bergaul dengan orang lain di sekitar kalian dan ternyata selama ini aku salah menilai baik kebersamaan kalian yang bertopeng persahabatan. Aku juga mengerti sekarang kenapa bang Sidar tidak pernah mau memperkenalkan kekasihnya yang aku pikir seorang gadis, dan aku juga mengerti kenapa begitu sulit bagi Firza membuka hati untukku, bahkan hanya untuk menjawab apa yang sudah aku ungkapkan. Seharusnya kalian menyadari kalau selama ini aku memberikan isyarat kepada Firza bahwa aku menyukainya, namun kalian seperti mengacuhkan semua yang aku ungkapkan lewat isyarat itu seolah kalian tak mau mengerti.” Dengan bercucuran airmata aku mengungkapkan kekecewaanku kepada mereka berdua, dan mereka berdua tertunduk tak mampu menyanggah apa yang aku katakana, hanya sesekali mereka berusaha meminta maaf kepadaku. Sungguh ini hal yang tak pernah aku bayangkan sebelumnya selama hidupku.
Kebencianku dengan kelakuan mereka terlapau membuncah, aku seperti tak ingin tahu sebab kenapa mereka berbuat seperti itu. Aku tak ingin sedikitpun mendengar alasan mereka, yang aku tahu hanya kesakitan hatiku yang terlampau berdarah dengan semua ini. Aku baru tahu kalau sebelum mengenalku ternyata Firza telah lebih dahulu mengenal bang Sidar dari facebook selagi keluargaku masih di Banjarmasin. Dan salahsatu alasan bang Sidar mau ikut pindah dan kuliah di Bandung ternyata karena Firza, pantas saja sikap Firza berubah kepadaku setelah dia tahu aku di antar sekolah oleh seorang laki-laki yang dia cintai yang merupakan kakak kandungku sendiri.
Sebulan sudah aku tidak mengikuti kegiatan belajar mengajar di sekolah karena kondisi fisikku yang masih lemah dan bahkan semakin melemah. Aku hanya sendiri di rumah di rawat Bi Milah yang setia mengurusku dan segala keperluanku, dan sesekali Hera, Firza dan teman-teman yang lain bergantian menjengukku di rumah. Bang Sidar semakin sibuk dengan kuliahnya karena seminggu lagi akan mengikuti UAS (Ujian Akhir Semester). Dengan kondisiku yang semakin lemah sepertinya Ujian Nasional tak bisa aku ikuti tahun ini kecuali aku diperbolehkan ujian di rumah.
Aku tak tahu apa yang sedang terjadi kepadaku, kenapa kondisiku semakin melemah sejak kejadian sebulan lalu yang membuat aku begitu syok yang hingga saat ini kedua orangtuaku tidak mengetahuinya. Bang Sidar dan Firza masih berhubungan baik karena aku berjanji untuk mengerti dan semua yang terjadi pada kami bertiga tidak akan aku katakan kepada siapapun tanpa terkecuali. Dan aku juga meminta mereka berdua untuk memperbaiki kehidupan mereka dengan berusaha sembuh dan bersahabatlah dengan secara normal.
Hari ini adalah tepat hari keempat puluh aku terbaring lemah, aku kembali harus di rawat di rumah sakit dengan ruangan yang lebih istimewa yaitu UGD (unit gawat darurat). Entah apa yang tengah terjadi kepadaku, doker dan para suster yang merawatku sepertinya pasrah dengan keadaanku. Airmataku tak bisa ku bendung lagi tatkala keduaorangtuaku, sahabat-sahabatku, dan kedua lak-laki yang aku cintai yaitu Bang Sidar dan Firza meneteskan airmata melihat keadaanku, bahkan mamah dan papa sampai menangis sesenggukan tanpa bicara apapun selain “kami sayang kamu nak”, hanya itu yang papa dan mamah ucapkan sembari menangis sambil memelukku erat. Dan ternyata aku baru tahu bahwa aku terkena kanker otak yang sudah sampai pada stadium akhir ketika dokter menjelaskan kebingunganku dengan segala keadaanku saat ini. Airmataku semakin deras membasahi pipi, dan tangisan mereka yang ada di ruangan ini semakin keras seperti aku benar-benar akan mati hari ini.
Dadaku semakin sesak padahal papa dan mamah sudah tak memelukku erat lagi, nafasku semakin berat, dan mataku seperti enggan juga untuk berkedip. Ku tatap satu persatu mereka yang ada di sekelilingku, aku sangat merindukan mereka padahal mereka kini ada di dekatku. “bang Sidar, peluk aku bang…!” aku tak tahu kenapa aku ingin sekali di peluk oleh abangku yang paling ku cintai ini, dan rasanya hangat sekali pelukan abangku ini, aku merasa begitu tenang dan aman berada dalam pelukannya. Di dalam pelukan bang Sidar aku masih bisa melihat Firza yang berdiri tepat di sebelah kananku dengan senyuman manisnnya, dan senyuman manis itu tertutupi kabut hitam dan pelukan bang Sidarpun kini seperti terlepas seiring memudarnya senyuman Firza di telan kegelapan yang membawaku jauh dari mereka. Aku seperti terbang di bawa dua pemuda tampan berjubah putih nan indah kedalam keindahan yang tak akan pernah menyakitkanku lagi. “Selamat tingal…”.

Senin, 12 November 2012

Yang Tak Bisa Ku Lihat


Hujan begitu deras, air menetes dari langit dan mengalir ke jalanan ,ke sungai-sungai serta genting-genting. Hujan itu mungkin tak ada artinya bagi Rizal, ia ingin menembus hujan itu tanpa henti dan berteduh di tengah perjalanannya  pulang dari super market membeli pakaian,buku-buku novel, dan semua peralatan yang ia butuhkan selama di Bandung nanti. Hatinya sungguh bahagia ketika telah mendapat izin dari ayah dan ibunya untuk bisa menemui sahabat jauhnya di Bandung, sahabat yang ia kenal melalui facebook enambulan yang lalu, sahabat yang membuatnya kembali hidup dan bangkit dari keterpurukan dan keputus asaan.
Rizal mengidap penyakit kanker otak selama hampir satutahun setengah lamanya, ia tak lagi memiliki semangat untuk menjalani hidupnya, semenjak difonis menderita kanker otak ia menjauh dari kehidupannya, ia patah semangat, dan tak mau menjalankan pengobatan meskipun dokter menganjurkannya tapi ia sudah terlampau patah arang dan tak ingin membuang-buang waktu untuk melakukan pengobatan, toh nantinya ia juga akan mati secara perlahan di gerogoti kanker itu. Tak ada seorangpun yang mampu membujuknya untuk mau melakukan pengobatan yang di sarankan dokter, yang ada di pikirannya hanya kematian yang akan datang perlahan melalui kanker itu.
Dalam kesepian ia ingin mencari sesuatu hal yang mungkin bisa membuatnya lupa dengan bayang-bayang kematian yang selalu menghantuinya, ia mulai berselancar di dunia maya melalui akun facebook, dua minggu ia bermain-main di facebook tapi belum ada yang bisa menjadi teman ngobrolnya, semua yang datang hanya selintas lalu pergi tanpa cerita. Hari itu mentari mulai berwarna kuning keemasan, menyepuh alam mengibarkan panji kegelapan malam, ketika ia ingin logout dari akun facebooknya tiba-tiba ia melihat seseorang yang entah mengapa membuatnya penasaran dan membuatnya ingin lebih mengetahui orang itu, orang yang ia lihat di status salahsatu teman facebooknya, dan tanpa pikir panjang Rizal mulai menambahkan orang itu sebagai temannya, kemudian ia melihat info yang tertera pada akun orang itu, ya namanya Herlambang, remaja berumur sekitar delapan belas tahun yang berasal dari kota kembang Bandung.
Dua hari kemudian Herlambang mengkonfirmasi permintaan pertemanan dari Rizal, Herlambang melihat informasi yang ada pada akun facebook Rizal sebelum ia mengkonfirmasinya, cukup jauh memang dari kota Bandung, Rizal berasal dari Bali, dan usia mereka mereka nampaknya tidak jauh berbeda, siapa tahu Rizal bisa menjadi sahabatnya, dan mungkin bisa diajak berbagi cerita. Minggu berganti minggu dan persahabatan itu terjalin sudah hampir dua bulan, Rizal dan Herlambang seperti dua sahabat yang tak terhalang jarak, mereka setiap hari menghabisakn waktu senggang dengan bercerita, dan bercanda melalui akun facebook, telpon, dan juga SMS. Mereka sudah saling mengenal satu sama lain, namun ketika persahabatan mereka hamper menginjak waktu dua bulan tiba-tiba ada kejujuran yang begitu mengejutkan dari mulut mereka masing-masing.
Rizal akhirnya jujur pada Herlambang bahwa dirinya tengah mengidap penyakit kanker otak, Herlambang begitu sedih mendengar berita itu, ia seolah di sambar petir di siang bolong, namun ia mampu berpikir bijak dan mencoba member motifasi kepada Rizal sahabatnya itu untuk mau mengikuti saran dokter untuk melakukan terapi dan pengobatan, bukan hal yang mudah memang membujuk Rizal untuk mau melakukan pengobatan itu, namun berkat kegigihan dan semangat yang di berikan Herlambang, akhirnya Rizal mau melakukan pengobatan itu demi sahabatnya supaya mereka bisa bertemu suatu hari nanti.
Tak kalah kaget, Rizal merasa jantungnya telah lepas dari tubuhnya, ia menangis mendengar derita Herlambang yang memiliki kelainan, Herlambang adalah seorang lelaki yang tidak tertarik pada lawan jenis, atau bisa di katakana jika Herlambang adalah lelaki Gay, atau homoseksual. Sejak SMP Herlambang menderita kelainan itu karena perlakuan seorang kakak kelasnya yang melakukan perbuatan laknat kepada Herlambang hingga akhirnya Herlambang tak bisa lari dari perasaan tertarik pada sesama jenis, namun bukan tak ada usaha, Herlambang berjuang mati-matian membunuh kelainan itu dengan banyak mencari informasi dari teman-teman facebook yang sama deritanya, dan mencoba membuka hati untuk cinta seorang gadis, namun tetap tak bisa serta-merta hilang, hingga akhirnya Herlambang dan Rizal berjanji untuk sama-sama sembuh dari penderitaan mereka masing-masing.
Lima bulan telah berlalu dari sejak perkenalan mereka di dunia facebook, penyakit kanker yang di derita Rizal berangsur membaik, namun untuk membuatnya benar-benar sembuh, dokter menganjurkan Rizal untuk operasi pengangkatan kanker di otak Rizal supaya tidak menjalar kembali setelah pengobatan selama ini, dan berkat semangat serta dukungan yang di berikan Herlambang, akhirnya Rizal mau menjalankan operasi dengan memberikan syarat kepada kedua orangtuanya jika ia berhasil sembuh ia ingin menemui sahabatnya yang di Bandung, yaitu Herlambang sahabat yang tak pernah ia lihat oleh kedua mata kepalanya, hanya dalam foto facebook mereka saling mengenal.
Kelainan yang di derita Herlambang sedikit berkurang dengan adanya Rizal yang mengalihkan pikirannya mengenai kelainannya itu, meski sudah berusaha sekuat tenaga, namun Herlambang belum merasakan perubahan yang berarti dalam hidupnya. Meski begitu ia sangat bahagia sahabat jauhnya itu sebentar lagi akan merasakan hidup sehat sepenuhnya, ia tak tahu jika Rizal sembuh Rizal akan menemuinya ke Bandung, yang ia tahu hanya Rizal mau menjalankan operasi.
Pagi buta Herlambang terbangun dari tidurnya, ia melihat layar handphonenya, dan ia lihat ada beberapa SMS yang di kirim teman-temannya, serta ada satu SMS dari Rizal yang memberitahukan jika operasi yang di jalankannya tadi malam berjalan lancar dan dua hari kemudian hasil operasinya bisa di ketahui berhasil atau tidak. Alangkah senangnya hati Herlambang mendengar kabar bahagia itu, meskipun ia harus menunggu dua hari lagi untuk mengetahui hasil oprasinya, tapi ia yakin jika oprasinya berhasil, dan Rizal sembuh seutuhnya.
Setelah solat subuh Herlambang keluar dari kamar kostnya untuk pergi kewarung yang terletak tidak terlalu jauh dari tempat kostnya, ia membeli peralatan mandi dan membeli mie instant untuk sarapan hari ini. “innalillahi” itulah kata yang terucap sebagai ungkapan rasa kesal dan marahnya terhadap apa yang baru saja ia alami, kamar kost Herlambang di bobol maling kelas teri akibat kebiasaannya yang selalu lupa mengunci pintu jika pergi ke warung atau ke tempat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kostnya, dan  handphonenya musnah di bawa maling itu bersama beberapa puluh ribu uangnya yang ia letakan di atas lemari. Belum sempat ia membalas SMS dari Rizal, bahkan ia juga tidak pernah menghapal nomor handphone Rizal sehingga ia tak bisa menghubungi Rizal meskipun ia meminjam handphone teman kostnya. Dengan terpaksa akhirnya Herlambang pergi ke WARNET untuk membuka akun  facebooknya dan mengirimi pesan kepada Rizal sebagai pemberitahuan bahwa handphonenya hilang, dan untuk waktu yang tak dapat di ketahui sampai kapan, Herlambang tidak bisa menghubungi Rizal.
Rizal telah di nyatakan sembuh, dan dua hari yang akan datang ia akan pergi ke Bandung untuk menemui Herlambang sebagai hadiah dari kedua orangtuanya atas kesembuhannya. Betapa bahagia hati Rizal akan segera bertemu dengan sahabatnya yang selama ini hanya bisa ia lihat potonya dan hanya bisa ia dengar suaranya melalui handphone. Beberapa buku novel ia beli untuk ia hadiahkan kepada sahabatnya itu, beberapa baju juga ia berikan untuk Herlambang, dan untuk bekalnya selama ia berada di Bandung. Meskipun ia tak bisa menghubungi Herlambang untuk meminta alamat lengkapnya, tapi ia telah mengantongi alamat kostnya Herlambang dari Herlambang sendiri saat ia mau mengirim buku-buku novel dan buku-buku kuliah untuk Herlambang tiga bulan yang lalu, jadi kedatangannya ke Bandung akan menjadi kejutan yang tak pernah di sangka-sangka oleh Herlambang. Rizal membayangkan begitu indahnya pertemuan antara dirinya dengan Herlambang nanti di Bandung, ia akan memeluk sahabatnya itu dengan erat, ia ingin memandang sahabatnya itu dengan penuh rasa bahagia dan bangga, sungguh tak bisa ia bayangkan indahnya pertemuan nanti dengan Herlambang yang selama ini hanya bisa ia lihat melalui poto dan hanya bisa ia dengar suaranya melalui handphone.
Rizal telah sampai di kota sahabatnya sekitar pukul tujuh pagi. Seluruh tubuhnya bergetar hebat karena kini jaraknya dengan Herlambang sudah begitu dekat, tinggal satu jam lagi mungkin ia akan bertatap muka dan berpeluk erat dengan sahabatnya itu, betapa bahagianya hari ini untuk Rizal, dan mungkin begitu juga untuk Herlambang. Tak perlu waktu lama untuk menuju tempat kostnya Rizal yang terletak sekitar Sembilan kilometer dari terminal. Diantar oleh bis dan kemudian ojek Rizal telah sampai di depan pintu kamar kost Herlambang, tanpa sadar matanya telah mengalirkan bulir-bulir bening kebahagiaan, ia sudah tak sabar lagi untuk bertemu dengan Herlambang sahabatnya yang kini sudah begitu dekat rasanya.
Mengapa tangisan bahagia itu harus berubah duka yang tak pernah terbayangkan, duka yang menjadikan luka di hati Rizal, sungguh rasanya tak adil atas semua perjuangan yang ia lakukan selama ini, balasan yang ia dapatkan dari do’a-do’anya selama ini untuk bertemu Herlambang sahabatnya yang mampu menjadikannya hidup kembali, ternyata harus berakhir pahit, dan duka yang akan menyisakan sesal mendalam di hati Rizal. Bagai di timpa geledek bertubi-tubi, Rizal kaget bukan main ketika teman kost dan bapak kostnya Herlambang memberitahukan berita yang sebenarnya tak ingin ia dengar saat tubuhnya sampai di kota itu, berita atas kematian Herlambang karena kecelakaan empat hari yang lalu saat Herlambang pulang dari WARNET untuk memberi kabar atas musibah kemalingan yang menimpanya kepada Rizal. Kini usai sudah cerita dan cita-cita Rizal untuk bisa bertemu dengan Herlambang sahabatnya yang begitu banyak berjasa dalam kehidupannya, meski jasadnya telah meninggal, namun di hati Rizal , Herlambang akan tetap hidup sebagai sahabat terbaiknya selama hidupnya meskipun mereka tak pernah bertemu muka, dan hanya gundukan tanah yang masih merah dan Nisan bertuliskan nama Herlambang lah yang kini mampu Rizal temui sebagai pertanda tempat pembaringan terakhir sahabatnya itu.


Cinta Yang Terjual


Rizky adalah pemuda yang cukup tampan, kaya dan berpendidikan, dia bisa mendapatkan apapun yang dia mau dalam sekejap, ayah dan ibunya selalu menuruti apa yang ia mau dan memberikan apa yang dia butuhkan. Jelas bukanlah hal yang biasa bagi Rizky untuk mendapatkan sesuatu dengan perjuangan yang luar biasa dan melelahkan. Berbeda halnya dengan Ridwan yang memang berasal dari keluarga yang sederhana, meskipun dia tak kalah tampan dari Rizky, bahkan lebih tampan dari Rizky tapi dia tidak memiliki apa yang di miliki Rizky yaitu harta kekayaan dan pendidikan yang bagus yang di raih dari universitas elit di kota Bandung.
Ridwan memiliki seorang kekasih yang cantik, cerdas dan juga seorang model di kota Bandung, mereka saling mencintai sejak mereka masih sama-sama duduk di bangku SMA kelas tiga hingga kini mereka sama-sama mengenyang pendidikan di sebuah universitas standar di Bandung. Ridwan begitu mencintai kekasihnya, apapun yang di inginkan kekasihnya itu, Ridwan pasti akan berusaha untuk memebrikannya walaupun dengan perjuangan yang sangat keras. Sungguh beruntung memang gadis yang menjadi kekasih Ridwan, ketulusan Ridwan sangat tergambar dari perhatiannya dan kasih sayangnya kepada gadis itu. Rifka, itulah nama gadis yang beruntung memiliki Ridwan.
Rifka adalah gadis cantik dan mandiri, sejak ayahnya meninggal ia yang berusaha membiayai kuliahnya sendiri dan membiayai sekolah adiknya yang bernama Fahry yang sekarang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Rifka tak pernah merasa terbebani dengan tugasnya sebagai seorang kakak yang harus membiayai sekolah adiknya dan membiayai sendiri kuliahnya dengan bekerja sambilan menjadi asisten dosen di kampusnya dan menjadi model majalah local di Bandung.
Menjadi asisten dosen bagi Rifka memang bukan hal yang sulit mengingat dia orang yang cukup pintar dan pintar berkomunikasi, maka wajar jika mahasiswanya justru lebih senang jika diajar olehnya ketimbang oleh dosen utamanya. Tak jarang Rifka mendapatkan perlakuan yang kurang wajar di lakukan oleh seorang mahasiswa kepada pengajarnya, misalkan Rifka setiap hari mendapatkan setangkai bunga, coklat, dan lain sebagainya, sering juga Rifka diajak makan oleh mahasiswa-mahasiswanya yang merasa tertarik dengan kecantikan dan kepiawaiannya mengajar. Hal tersebut tentu membuat Ridwan sang kekasih merasa cemburu, tapi Rifka mampu memberikan pengertian kepada Ridwan hingga ia mengerti dengan posisi Rifka dan percaya dengan Rifka yang sangat ia cintai.
Suatu ketika Rifka mendapatkan masalah yang cukup besar tanpa sepengetahuan Ridwan kekasihnya, adiknya harus membayar uang sekolah, dan ibunya harus masuk rumahsakit karena penyakit jantung, sedangkan ia tak punya banyak uang untuk membayar semua itu, meminta bantuan kepada Ridwan tentu itu adalah hal yang akan menyulitkan Ridwan juga, tanpa berpikir panjang akhirnya Rifka mencoba meminta bantuan kepada salahsatu mahasiswanya yang ia kenal berasal dari keluarga yang kaya raya yaitu Herlan. Rifka akhirnya mendapatkan pinjaman dari Herlan sebesar limabelas juta rupiah, dan ia berjanji akan segera membayarnya.
Enam bulan telah berlalu sejak peristiwa ibunya Rifka masuk rumahsakit karena penyakit jantung, dan nampaknya Rifka seolah melupakan janjinya kepada Herlan untuk segera membayar hutangnya. Herlan akhirnya mencoba menagih janji Rifka untuk membayar hutangnya, tapi tidak dengan cara yang langsung melainkan Herlan mengundang Rifka untuk makan malam di rumahnya dan membicarakan mengenai hal tersebut. Namun Herlan sepertinya tak mau mendengar alasan Rifka yang belum mampu membayar hutangnya, dan ia memberikan pilihan kepada Rifka untuk membayarnya malam itu juga dengan uang, atau membayarnya dengan cara yang lain. Rifka Nampak kaget dengan cara lain yang harus di pilihnya tetapi apalagi yang bisa ia perbuat karena sudah jelas ia tak mampu membayar hutangnya kepada Herlan dengan uang, dan akhirnya dengan sangat terpaksa dan karena di paksa Rifka menyerahkan dirinya kepada Herlan begitu saja.
Dalam kegelapan dan kesepian suara teriakan Rifka tak ada yang bisa mendengar, ia hanya bisa meraung kesakitan dan menangis pedih dengan apa yang di lakukan Herlan malam itu kepadanya. Seperti binatang Rifka di perlakukan oleh Herlan yang merupakan anak didiknya di kampus, tapi malam itu Rifka tunduk pasrah tanpa berontak menuruti nafsu syetan Herlan. Dua bibir pemuda pemudi itu bergumul mesra dalam kegelapan dan hujan airmata, dua tubuh yang bersatu diatas ranjang nista dan menijikan, dua jiwa yang tak saling mencintai memadu kasih penuh nafsu. Nafas terengah-engah terdengar jelas oleh Rifka dari pernafasan Herlan yang begitu di kuasai syahwat tepat di depan wajahnya yang anggun dan cantik, hangatnya tubuh Rifka begitu membuat Herlan tenggelam dan merasa melayang di syurga sembari dimanjakan bidadarinya.
Malam menjijikan itu telah berlalu, Rifka merasa dirinya begitu kotor ia seperti seekor anjing yang tak pantas lagi di cintai oleh Ridwan yang begitu baik dan tulus mencintainya, ia mencoba menjauh dengan menghindar dari Ridwan, ia tak ingin airmatanya selalu menetes tiap kali menatap tulusnya wajah seorang pemuda yang tak berdosa dan tulus mencntainya tega ia khianati dengan kotornya. Setelah kejadian malam itu Rifka juga mengundurkan diri dari kampusnya untuk tidak mengajar lagi dengan alasan ingin focus dengan skripsinya yang hampir rampung, dan bulan tiga bulan mendatang ia ingin menjemput gelarnya pada wisuda musim ini.
Ridwan sangat terpukul dengan sikap Rifka yang ia rasa begitu aneh dan mencurigakan, ia seperti kehilangan sosok Rifka yang begitu terbuka kepadanya selama ini. Ridwan tak bisa melakukan apa-apa untuk membatu kekasihnya itu, karena ia jelas-jelas tak tahu menau mengapa Rifka berubah secepat itu kepadanya. Di sisi lain ia juga harus memikirkan skripsinya yang harus selesai secepatnya dan mendapat gelar pada wisuda tiga bulan yang akan datang bersama kekasihnya.
Riwan gagal mendapatkan gelarnya di wisuda musim ini karena skripsinya masih belum beres, entah kendala apa yang membuatnya menunda skripsinya selesai, mungkin karena pikirannya masih belum focus dengan skripsinya dan masih kepikiran dengan Rifka yang masih belum terbuka kepadanya hingga saat ini. Rifka dan Ridwan akhirnya harus terpisahkan jarak karena setelah mendapatkan gelarnya, Rifka pergi ke kota padang untuk mengikuti training kerjanya selama lima bulan lamanya sebelum penetapan kerja. Bukan hal yang mudah bagi Ridwan maupun Rifka berpisah jarak terlalu jauh dan dengan waktu yang cukup lama, tapi nampaknya Rifka memanfaatkan kesempatan ini untuk menjauh dari Ridwan yang begitu mencintainya namun tak pantas mendapatkannya yang sudah kotor.
Selama Rifka menjalani trainingnya di Padang, hubungan asmaranya dengan Ridwan benar-benar semakin renggang, jarang komunikasi terjadi antara mereka berdua karena Rifka tak pernah mau mengangkat telepon dari Ridwan kekasihnya, dan ketika sekalinya Rifka menelpon balik Ridwan yang ia ceritakan bukan mengenai hubungan mereka atau perasaan mereka yang saling merindukan dan mencintai melainkan Rifka selalu menceritakan rekan barunya di tempat training yaitu Rizky. Setiap mereka berdua berkomunikasi lewat telepon atau media sosial facebook yang di bicarakan Rifka pasti Rizky dan hanya Rizky, entah apa maksud Rifka sebenarnya dengan selalu membahas Rizky yang ia bilang tampan, kaya, baik, dan pintar, mugkinkah memang Rifka benar-benar mau menggantikan Ridwan di hatinya dengan sosok seorang Rizky yang baru di kenalnya beberapa bulan saja selama di kota Padang.
Ridwan jelas merasa semakin terbuang dan terhina oleh sikap Rifka yang tak lagi menganggapnya sebagai seorang Ridwan yang dahulu bak malaikat yang selalu di puja oleh Rifka kekasihnya yang sangat ia cintai dan sayangi. Ridwan merasakan hatinya bagai terhujam tombak berkarat yang ia bayangkan sebelumnya adalah cinta yang akan abadi meneduhkan hatinya hingga nafas terakhirnya berhembus mengantarkannya kesyurga keabadian cinta. Apakah akhirnya Ridwan harus merelakan Rifka jatuh ke dalam hati orang lain, dan melepaskannya tanpa beban mendalam dan perihnya rasa yang hancur.
Rizky mungkin pantas menepuk dada merasa bangga dengan perjuangannya untuk mendapatkan gadis secantik Rifka tanpa harus bersusah payah, ia hanya tinggal memanas-manasi Ridwan, dan mengiming-imingi Rifka dengan kebahagiaan yang tak pernah di berikan Ridwan kepadanya selama ini dengan harta kekayaan dan tahta. Tapi ternyata hatinya Rifka tak semudah itu berpaling dari Ridwan, jelas perlu pertimbangan dan pemikiran yang matang baginya untuk menggantikan Ridwan dengan Rizky yang kini sudah menunggu di depan pintu hatinya yang sudah setengah jalan melupakan Ridwan. Bukan tanpa alasan memang Rifka meninggalkan Ridwan, ia hanya merasa tak tega menyakiti Ridwan dengan kenyataan bahwa dirinya sempat menjual cintanya kepada Herlan di malam yang baginya adalah badai terbesar yang harus menghancurkan harapan kebahagiaannya dengan Ridwan, karena ia tak mau Ridwan mendapatkan wanita busuk sepertinya, karena Ridwan pantas mendapatkan yang lebih baik darinya.
Ridwan semakin pasrah dengan keadaan ini, ia merasa tak punya lagi kekuatan untuk mengembalikan Rifka ke dalam pelukannya seperti dahulu, ia tak ingin menyakiti Rifka dengan terus mencintainya sedangkan Rifka sudah merasa bosan dengan semua ini. Akhirnya Ridwan menyerahkan semua keputusan kepada Rifka terserah apapun yang akan Rifka ambil nantinya. Hal ini jelas sangat menguntungkan posisi Rizky yang juga mencintai dan ingin mendapatkan Rifka yang kini sedang berada dalam kegundahan memilih untuk tetap bertahan dengan Ridwan atau meninggalkan Ridwan untuk kebaikan Ridwan sendiri. Dalam keadaan seperti ini Rizky mencoba mengambil perannya sebagai seorang sahabat yang bijak, ia memberikan solusi untuk lebih baik meninggalkan Ridwan daripada menyiksa keduanya yaitu Rifka dan Ridwan yang nantinya malah akan saling memikirkan satus amalain tapi juga Rifka memang tak mau lagi menyatu dengan Ridwan dengan alasan dia sudah tak pantas untuk Ridwan.
Belum menjauh masalah yang lain darinya, tiba-tiba masalah yang lain segera datang mengdekatinya, adik satu-satunya yang bernama Fahry tahun ini harus membayar uang Ujina Nasional dan melunasi semua tunggakan sekolahnya, selain itu Fahry juga harus mendaftarkan dirinya di sekolah menengah atas dan tentu saja dengan biaya yang cukup mahal bagi Rifka dan keluarganya, terlebih lagi Fahry ingin masuk SMA unggulan di kota Bandung yang biaya masuknya lebih mahal dari sekolah biasa. Rizky dalam hal ini kembali mendapatkan posisi yang strategis, ia mencoba menawarkan bantuan kepada Rifka yang tengah di landa kebingungan mencari uang untuk biaya sekolah Fahry adiknya, Rizky datang kepada Rifka seolah malaikat yang menawarkan tulusnya bantuan itu tanpa di ketahui Rifka kalau Rizky punya maksud lain membantunya yaitu untuk mendapatkan cintanya yang sedang terombang ambing kepada Ridwan.
Malam yang sangat indah di taburi kerlipan bintang-bintang di langit, separuh bulan ikut menerangi malam itu. Hembusan angin menyentuh dengan dinginnya, menambah suasana semakin romantis bagi pasangan yang tengah di mabuk asmara. Malam itu Rifka di ajak makan malam di sebuah restaurant mahal di kota Padang oleh Rizky, sebenarnya ia merasa capek setelah pulang training sore tadi, tapi ia merasa tak enak jika menolak ajakan orang yang sudah sering membantunya selama ini, akhirnya ia pergi dengan Rizky yang menjempunya dengan mobil mewah. Makan malam romatis pun terjadi malam itu, Rizky mampu membuat Rifka merasa bak seorang putri di malam itu.
Malam nista itu akhirnya terulang lagi, kini Rifka terjebak oleh bujuk rayu seorang Rizky yang semula mengajaknya hanya untuk makan malam, namun akhirnya Rizky mengajak Rifka yang sudah dalam keadaan setengah sadar setelah meminum alcohol yang di suguhkannya untuk menginap saja di hotel terdekat, tanpa jawaban dari mulut Rifka yang sedang dalam pengaruh minuman keras, Rizky membawa Rifka ke sebuah hotel mewah tak jauh dari restaurant tempat mereka makan malam.
Fikiran kotor terus memenuhi otak seorang Rizky yang kini di hadapkan pada sesosok perempuan cantik yang terbaring lemah tak berdaya di sebuah ranjang bersepraikan kain putih, perempuan cantik itu mengenakan gaun berwarna merah ati yang serasi dengan warna lipstik yang mewarnai bibirnya yang begitu ranum dan mengghoda. Perlahan Rizky melangkah mendekati ranjang itu setelah sebelumnya ia mencuci mukanya yang terasa kering karena angin malam, ia mulai menaikan kakinya yang sebelah kanan dengan posisi berlutut ke atas ranjang tempat Rifka berbaring, kemudian ia menciumi aroma parfum yang di pakai oleh perempuan cantik itu, ia semakin tergoda, ia sudah tak bisa melawan ajakan birahinya untuk segera menikmati perempuan yang sudah seolah menggodanya di atas tempat tidur itu. Kemeja biru polosnya mulai ia lepaskan dari tubuhnya, ia melepaskan celana katun panjang berwarna hitam yang membalutnya di malam itu, kini yang tersisa hanya celana pendek dan selembar kaos oblong tak berlengan melekat di tubuhnya yang kekar. Ia semakin terbawa suasana setelah puas mencium aroma wangi parfum dari tubuh perempuan itu, ia kemudian melepaskan pakaian perempuan yang ada di hadapannya dengan lembut dan penuh perasaan, dan setelah seluruh bagian tubuh perempuan itu terlihat tanpa selembar kainpun membalutnya, Rizky mulai melancarkan aksinya.
Kenyataan semakin menyakitkan bagi Ridwan setelah mengetahui apa yang terjadi dengan kekasihnya, Rizky menceritakan detail hubungannya dengan Rifka selama ini sampai malam percintaan itu terjadi atas dasar suka sama suka. Hal ini tak bisa lagi membendung kemarahan Ridwan yang sudah selama ini ia pendam dengan harapan Rifka mau kembali seperti dulu mencintainya. Ridwan mulai mengambil langkah untuk mengakhiri hubungannya dengan Rifka yang selama ini menggantung perasaannya, dengan seperti ini Ridwan berharap Rifka akan semakin bahagia dan dirinya juga tak akan tersakiti lagi meskipun dalam hantinya yang paling dalam ia masih sangat mencintai Rifka dan mengharapkan Rifka menjadi Rifka yang dulu tulus mencintainya meskipun tak mungkin lagi itu terjadi.
Tak ada pilihan lain bagi Rifka selain menerima keputusan Ridwan yang mengakhiri hubungan mereka, tapi di sini jelas yang salah bukanlah Ridwan, karena sudah cukup lama Ridwan bersabar dengan sikap Rifka yang tak kunjung memberikan keputusan, dan dengan pengkhianatannya dengan Rizky pantaslah jika Ridwan memang memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Airmata terus menghunjan, sesal hanya tinggal sesal kini Rifka tak mampu mengulangi masa indah dahulu bersama Ridwan yang begitu ia cintai dan juga mencintainya, yang memberikan kebahagiaan nyata bukan kebahagiaan semua, yang memebrikan cinta nyata bukan cinta nafsu. Tapi semua sesal memang hanya tinggal sesal, Ridwan tak akan mungkin kembali dan Rifka memang harus pasrah dengan keadaan yang memaksanya memilih Rizky yang di rasanya mampu menopang beban keluarga
~The End~